RUMAH HOROR KESALAHAN MASA LALU part 4
PART 4 - ADA SESUATU
Saya tetap tidak pernah merasa nyaman dengan kejadian-kejadian aneh semenjak kami pindah. Anehnya, kejadian-kejadian aneh tersebut lebih sering terjadi pada saya, bukan pada abang, ibu maupun ayah saya. Sejauh ini, kamar tersebut tetap dibiarkan kosong tak berpenghuni. Saya tidak pernah melihat penampakan apapun, semua gangguan yang saya alami hanya berupa suara suara dan perasaan takut dan cemas.
Tangga yang menurut saya kurang berguna itu juga, selama kami pindah, hanya digunakan ketika ada acara di rumah, jadi pembantu dapat naik ke lantai atas tanpa mengganggu acara di ruang tengah.
Kamar tidur bawah, yang dulu merupakan tempat kami pertama kali tidur di rumah ini, juga dibiarkan kosong, yang pada akhirnya diberi judul kamar tidur tamu, hanya digunakan ketika kedatangan tamu yang menginap.
Kamar tidur pembantu, yang terletak persis di sebelah tangga belakang itu, juga dibiarkan kosong karena sampai saat ini belum ada pembantu yang menginap, semua hanya pulang hari.
Sudah lewat satu tahun semenjak kami pindah, saya masih sering mendengar suara aneh dan perasaan aneh pada kamar tersebut. Saya merasa bingung, apa yang terjadi. Semua kejadian-kejadian tersebut membuat saya berpikir terlalu berat untuk anak seusia saya.
Saya ingat, saat itu hari Jumat, saya pulang sekolah lebih awal pada hari Jumat. Setibanya di rumah, datang seorang wanita muda, saya ingat, dia adalah orang kantor pemasaran di developer yang menawarkan untuk membangun rumah disini dulu.
Maksud kedatangan dia pada saat itu adalah untuk memberikan undangan open house di area danau kompleks pada hari Sabtu esoknya, sebagai perpisahan dari pihak developer, karena seluruh tanah di kompleks sudah laku dan akan dilakukan serah terima kepengurusan oleh warga setempat. Namun, ibu saya mengajaknya untuk duduk sebentar ngobrol di rumah.
Saat itu saya duduk tidak jauh dari ruang tamu tempat mereka berbincang-cincang. Setelah cukup lama berbincang-bincang, tiba-tiba saya teringat mengenai pertanyaan di benak saya dulu (part 1). Jika dia adalah orang pemasaran, mungkin dia tahu dulu ada apa disini.
Saya langsung menghampiri wanita ramah tersebut.
“Tante, mau nanya, boleh gak?”
“Iya adek mau nanya apa sama tante?”
“Tante kenal nggak sama tukang yang dulu kerja disini?”
“Oh tante nggak kenal dekat.. tapi tante kenal begitu aja lah sama mereka.. memangnya kenapa?”
“Kok tukangnya dulu ngotot sih tangga yang di belakang itu dibiarin.. memangnya mereka dulu tinggal disini?”
“Oh.. iya, jadi, begini bu (sambil menjelaskan kepada ibu saya), dulunya ini memang hehutanan dan rawa-rawa, tapi ada penduduk disini, kebanyakan petani dan peternak, saya kurang tahu persis, tapi dulu ada permukiman disini.. Pada saat tim developer hendak mengajukan pembelian dan pembebasan lahan, penduduk setempat menolak untuk dipindahkan, maka dari itu, para bapak-bapak di permukiman tersebut dijanjikan tempat tinggal baru di daerah lain, dan dipekerjakan menjadi buruh untuk mengerjakan perumahan ini.. bahkan sampai sekarang beberapa ibu-ibunya masih menjadi tukang sapu di areal pekarangan taman dan danau kompleks..”
Saat wanita itu selesai menejelaskan, saya hanya diam dan pergi kembali ke ruang TV (jangan tiru tindakan saya yang ga sopan ya, udah nanya, dijawab, eh malah kabur). Saya berpikir, berarti memang dulu ada bangunan lain disini, dan buruh yang mengerjakan rumah kami pasti tahu apa yang sebenarnya terjadi dulu disini. Tapi sayang sekali, saat itu sudah tidak ada lagi pembangunan dari pihak developer di kompleks ini. Saya sudah tidak bisa lagi mencari buruh yang dulu mengerjakan rumah ini, karena saya ingat wajah mereka.
Akhirnya, pencarian saya mengenai ada apa dulu diatas tanah ini, terhenti sampai disitu saja. Saat itu saya juga berpikir kalau saya mungkin tidak perlu tahu ada apa dulunya disini.
Saya pun akhirnya menceritakan tentang kecurigaan saya tersebut ke ibu. Ibu saya juga merasa penasaran, namun dia menjelaskan kepada saya, bahwa kami tidak perlu takut atau waswas, karena rumah ini sekarang milik kami, dan tidak ada yang perlu ditakutkan, selama kami tidak melakukan tindakan yang terlarang di dalam rumah tersebut. Saya tidak bertanya lebih jauh, tapi ibu saya mengatakan “Adek ga usah pikir aneh-aneh ya, yang jelas dulu disini bukan kuburan kok, mama yakin, mama lihat kok dulu waktu tanah di rumah kita digali untuk pondasi..”
Meskipun pada saat itu saya tidak begitu paham apa itu pondasi dan untuk apa tanah digali, saya merasa tenang, namun sedikit kesal karena ibu saya sampai berpikiran kesitu, padahal sebelumnya saya tidak pernah terpikir.
Malam harinya, saya tidak mengerjakan PR saya dengan sungguh-sungguh (lagi, jangan ditiru ya) karena pikiran saya terus pada rasa penasaran tersebut.
Saya mencoba mencocok-cocokkan apa-apa yang terjadi. Jika memang keanehan tersebut berasal dari rumah ini, namun kenapa guci tersebut juga ikut menjadi sumber masalah? Namun, jika memang guci tersebut tidak ada apa-apa, kenapa benda itu dulu bisa mengulah seperti itu? Sebaliknya, jika memang rumah ini tidak ada apa-apa dulunya, kenapa bisa ada tangga yang sangat dipertahankan oleh para buruh?
Saat itu saya merasa buntu, saat itu saya masih kecil. Pikiran saya terlalu bercabang untuk memikirkan hal-hal tersebut. Akhirnya, karena hari sudah malam, saya memutuskan untuk tidur, tanpa menyelesaikan PR.
Saat itu, abang saya masih berada di bawah, nonton bola dengan ayah saya. Namun karena dari dulu saya tidak tertarik dengan sepak bola, saya memilih untuk menetap di kamar saja.
Saya sedang duduk di meja belajar, (saat ini saya sedang mengetik di meja yang sama sejak 15 tahun yang lalu, dengan posisi dan suasana yang sama dan sungguh, saat ini saya merasakan apa yang saya rasakan dulu, yang akan saya lanjutkan ceritanya) membelakangi lemari pakaian. Lemari pakaian kami tergolong unik, ibu saya merancang lemari kami berada dalam ruangan kecil di dinding, sehingga dilihat dari luar, lemari pakaian kami seperti menyatu dengan dinding, layaknya pintu yang berjejer pada dinding. Suasana kamar sepi. Saya merasa ada yang memperhatikan saya dari belakang. Selama beberapa detik, punggung saya terasa dingin. Saya memutuskan untuk tidak bergerak, sampai pada akhirnya… saya mendengar suara wanita tertawa dengan sangat sangat lembut, tapi hanya sebentar. Saking kagetnya, saya langsung lompat dari kursi dan menghadap ke lemari. Saat itu rasanya darah dalam tubuh saya seakan terhenti. Pintu lemari terbuka sedikit. Menyisakan celah sempit yang menampakkan kegelapan di dalam lemari tersebut. Saya langsung berimajinasi bahwa ada seseorang di dalam lemari. Saya teriak dengan sangat kencangnya dan berlari ke bawah sampai akhirnya terpeleset pada anak tangga terakhir dan terjatuh.
Pada saat itu saya menjelaskan dengan terbata-bata pada ayah dan abang saya, namun, ayah saya justru marah besar dengan saya, dan abang saya malah menertawakan saya, mengatakan bahwa saya aneh.
Saat itu saya merasa sangat sedih, karena saya tidak berbohong. Semenjak kejadian tersebut, ayah, ibu dan abang saya selalu menyalahkan saya sendiri jika saya merasa takut, mereka menuduh saya selalu berpikir yang bukan-bukan. Padahal, saat saya sedang tidak merasa takut pun, gangguan tersebut datang pada saya. Ibu saya juga memarahi saya berulang kali, beliau mengatakan bahwa karena sifat saya yang penakut, maka saya selalu merasa diganggu. Bahkan pada saat itu ibu saya sampai melarang saya untuk ikut nonton siaran horor di TV karena mereka yakin saya terpengaruh acara tersebut (saat itu di TV ada siaran KisMis, dunia lain, dan lain lain, hahaha). Padahal, saya benar-benar mengalaminya, bukan karena saya merasa takut dan menyebarkan energi negatif (seperti apa yang saya ketahui sekarang ini). Dan lagi, karena saya berulang kali tidak dipercaya dan selalu ditertawakan, sepertinya semenjak saat itulah, saya menjadi orang yang tertutup. Terutama kepada keluarga saya sendiri. Saya sudah terlanjur tidak dipercaya. Seolah-olah semua cerita yang saya katakan hanya bualan, bahkan yang awalnya hanya cerita horor yang saya alami, sampai akhirnya cerita mengenai keseharian saya pun sering dianggap bualan belaka oleh mereka. Semenjak saat itu pula, saya selalu menyendiri di rumah, namun akan sangat ekspresif di luar ketika sedang bersama teman-teman saya. Saya menceritakan kisah gangguan-gangguan tersebut dengan teman-teman sekolah, bahkan guru sekolah. Dan karena alasan itu pula, saya sekarang mengetik kisah ini dan bercerita kepada semua teman-teman di forum.
Karena sering merasa dikucilkan di rumah sendiri, saya menjadi seseorang yang lebih banyak berkhayal dan menyendiri di rumah. Saat itu saya tidak memiliki banyak teman di kompleks, jadi saya lebih banyak menghabiskan waktu sendiri.
Saya sudah mulai terbiasa dengan gangguan-gangguan tersebut. Yang saya bisa lakukan hanyalah mencegah rasa takut dan menghindari hal-hal yang memungkinkan akan terjadi gangguan. Namun, suara-suara itu tetap hadir. Saya sempat merasa, apa mungkin ayah dan ibu saya juga merasakan, namun mereka hanya pura-pura tidak tahu? Pikiran saya kembali terbebani, untuk anak seusia saya pada saat itu.
---curhatnya skip dulu yah gan hehehe---
Hari itu hari Senin, saya ingat, saya merasa capek karena pagi harinya harus berdiri di bawah terik matahari saat upacara. Saya merasa kesal, harus pulang sekolah dalam keadaan ayah dan ibu yang tidak di rumah, dan abang saya yang masih harus ekskul. Hanya ditemani mbak Wati yang jarang berbicara. Saya merasa sangat kesepian, dan tertekan atas apa yang terjadi selama ini.
Saya tidak tahu apa yang ada dalam pikiran saya, namun saat itu, saya memutuskan untuk masuk ke kamar kosong tersebut, untuk melawan rasa takut saya.
Saya masuk ke dalam, tidak ada perasaan aneh sedikit pun. Saya pun memberanikan diri untuk duduk di tempat tidur, bergeser ke pojokan, melipat kaki dan menyendiri. Hanya termenung, tidak lebih dari itu. Cukup lama saya berada di kamar itu, bahkan saya tertidur, dan terbangun dalam kondisi kamar sudah mulai gelap.
Saya tidak merasa takut sama sekali, namun yang saya rasakan justru perasaan lega, seakan-akan rasa kesepian itu sudah hilang. Saya merasa ada seseorang yang menemani saya selama saya tidur, tapi saya tidak takut. Bahkan pada saat makan malam, saya merasa ditemani, saya merasa ada teman yang duduk di kursi sebelah saya. Saat mengerjakan PR di ruang TV bersama ayah dan abang saya pun saya merasa ada yang menemani saya selain mereka. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk beranjak ke kamar tidur, saya berhenti di depan kamar saya, yang juga berada di depan kamar kosong tersebut, saya tidak tahu apa yang terjadi, saya tidak sadar saya melakukannya, saat saya hendak masuk ke kamar, saya mengucapkan “Daah..” sampai melambaikan tangan ke arah pintu kamar tersebut. Padahal saat itu saya sendiri. Ya, sendiri.
(to be continued...)
Saya tetap tidak pernah merasa nyaman dengan kejadian-kejadian aneh semenjak kami pindah. Anehnya, kejadian-kejadian aneh tersebut lebih sering terjadi pada saya, bukan pada abang, ibu maupun ayah saya. Sejauh ini, kamar tersebut tetap dibiarkan kosong tak berpenghuni. Saya tidak pernah melihat penampakan apapun, semua gangguan yang saya alami hanya berupa suara suara dan perasaan takut dan cemas.
Tangga yang menurut saya kurang berguna itu juga, selama kami pindah, hanya digunakan ketika ada acara di rumah, jadi pembantu dapat naik ke lantai atas tanpa mengganggu acara di ruang tengah.
Kamar tidur bawah, yang dulu merupakan tempat kami pertama kali tidur di rumah ini, juga dibiarkan kosong, yang pada akhirnya diberi judul kamar tidur tamu, hanya digunakan ketika kedatangan tamu yang menginap.
Kamar tidur pembantu, yang terletak persis di sebelah tangga belakang itu, juga dibiarkan kosong karena sampai saat ini belum ada pembantu yang menginap, semua hanya pulang hari.
Sudah lewat satu tahun semenjak kami pindah, saya masih sering mendengar suara aneh dan perasaan aneh pada kamar tersebut. Saya merasa bingung, apa yang terjadi. Semua kejadian-kejadian tersebut membuat saya berpikir terlalu berat untuk anak seusia saya.
Saya ingat, saat itu hari Jumat, saya pulang sekolah lebih awal pada hari Jumat. Setibanya di rumah, datang seorang wanita muda, saya ingat, dia adalah orang kantor pemasaran di developer yang menawarkan untuk membangun rumah disini dulu.
Maksud kedatangan dia pada saat itu adalah untuk memberikan undangan open house di area danau kompleks pada hari Sabtu esoknya, sebagai perpisahan dari pihak developer, karena seluruh tanah di kompleks sudah laku dan akan dilakukan serah terima kepengurusan oleh warga setempat. Namun, ibu saya mengajaknya untuk duduk sebentar ngobrol di rumah.
Saat itu saya duduk tidak jauh dari ruang tamu tempat mereka berbincang-cincang. Setelah cukup lama berbincang-bincang, tiba-tiba saya teringat mengenai pertanyaan di benak saya dulu (part 1). Jika dia adalah orang pemasaran, mungkin dia tahu dulu ada apa disini.
Saya langsung menghampiri wanita ramah tersebut.
“Tante, mau nanya, boleh gak?”
“Iya adek mau nanya apa sama tante?”
“Tante kenal nggak sama tukang yang dulu kerja disini?”
“Oh tante nggak kenal dekat.. tapi tante kenal begitu aja lah sama mereka.. memangnya kenapa?”
“Kok tukangnya dulu ngotot sih tangga yang di belakang itu dibiarin.. memangnya mereka dulu tinggal disini?”
“Oh.. iya, jadi, begini bu (sambil menjelaskan kepada ibu saya), dulunya ini memang hehutanan dan rawa-rawa, tapi ada penduduk disini, kebanyakan petani dan peternak, saya kurang tahu persis, tapi dulu ada permukiman disini.. Pada saat tim developer hendak mengajukan pembelian dan pembebasan lahan, penduduk setempat menolak untuk dipindahkan, maka dari itu, para bapak-bapak di permukiman tersebut dijanjikan tempat tinggal baru di daerah lain, dan dipekerjakan menjadi buruh untuk mengerjakan perumahan ini.. bahkan sampai sekarang beberapa ibu-ibunya masih menjadi tukang sapu di areal pekarangan taman dan danau kompleks..”
Saat wanita itu selesai menejelaskan, saya hanya diam dan pergi kembali ke ruang TV (jangan tiru tindakan saya yang ga sopan ya, udah nanya, dijawab, eh malah kabur). Saya berpikir, berarti memang dulu ada bangunan lain disini, dan buruh yang mengerjakan rumah kami pasti tahu apa yang sebenarnya terjadi dulu disini. Tapi sayang sekali, saat itu sudah tidak ada lagi pembangunan dari pihak developer di kompleks ini. Saya sudah tidak bisa lagi mencari buruh yang dulu mengerjakan rumah ini, karena saya ingat wajah mereka.
Akhirnya, pencarian saya mengenai ada apa dulu diatas tanah ini, terhenti sampai disitu saja. Saat itu saya juga berpikir kalau saya mungkin tidak perlu tahu ada apa dulunya disini.
Saya pun akhirnya menceritakan tentang kecurigaan saya tersebut ke ibu. Ibu saya juga merasa penasaran, namun dia menjelaskan kepada saya, bahwa kami tidak perlu takut atau waswas, karena rumah ini sekarang milik kami, dan tidak ada yang perlu ditakutkan, selama kami tidak melakukan tindakan yang terlarang di dalam rumah tersebut. Saya tidak bertanya lebih jauh, tapi ibu saya mengatakan “Adek ga usah pikir aneh-aneh ya, yang jelas dulu disini bukan kuburan kok, mama yakin, mama lihat kok dulu waktu tanah di rumah kita digali untuk pondasi..”
Meskipun pada saat itu saya tidak begitu paham apa itu pondasi dan untuk apa tanah digali, saya merasa tenang, namun sedikit kesal karena ibu saya sampai berpikiran kesitu, padahal sebelumnya saya tidak pernah terpikir.
Malam harinya, saya tidak mengerjakan PR saya dengan sungguh-sungguh (lagi, jangan ditiru ya) karena pikiran saya terus pada rasa penasaran tersebut.
Saya mencoba mencocok-cocokkan apa-apa yang terjadi. Jika memang keanehan tersebut berasal dari rumah ini, namun kenapa guci tersebut juga ikut menjadi sumber masalah? Namun, jika memang guci tersebut tidak ada apa-apa, kenapa benda itu dulu bisa mengulah seperti itu? Sebaliknya, jika memang rumah ini tidak ada apa-apa dulunya, kenapa bisa ada tangga yang sangat dipertahankan oleh para buruh?
Saat itu saya merasa buntu, saat itu saya masih kecil. Pikiran saya terlalu bercabang untuk memikirkan hal-hal tersebut. Akhirnya, karena hari sudah malam, saya memutuskan untuk tidur, tanpa menyelesaikan PR.
Saat itu, abang saya masih berada di bawah, nonton bola dengan ayah saya. Namun karena dari dulu saya tidak tertarik dengan sepak bola, saya memilih untuk menetap di kamar saja.
Saya sedang duduk di meja belajar, (saat ini saya sedang mengetik di meja yang sama sejak 15 tahun yang lalu, dengan posisi dan suasana yang sama dan sungguh, saat ini saya merasakan apa yang saya rasakan dulu, yang akan saya lanjutkan ceritanya) membelakangi lemari pakaian. Lemari pakaian kami tergolong unik, ibu saya merancang lemari kami berada dalam ruangan kecil di dinding, sehingga dilihat dari luar, lemari pakaian kami seperti menyatu dengan dinding, layaknya pintu yang berjejer pada dinding. Suasana kamar sepi. Saya merasa ada yang memperhatikan saya dari belakang. Selama beberapa detik, punggung saya terasa dingin. Saya memutuskan untuk tidak bergerak, sampai pada akhirnya… saya mendengar suara wanita tertawa dengan sangat sangat lembut, tapi hanya sebentar. Saking kagetnya, saya langsung lompat dari kursi dan menghadap ke lemari. Saat itu rasanya darah dalam tubuh saya seakan terhenti. Pintu lemari terbuka sedikit. Menyisakan celah sempit yang menampakkan kegelapan di dalam lemari tersebut. Saya langsung berimajinasi bahwa ada seseorang di dalam lemari. Saya teriak dengan sangat kencangnya dan berlari ke bawah sampai akhirnya terpeleset pada anak tangga terakhir dan terjatuh.
Pada saat itu saya menjelaskan dengan terbata-bata pada ayah dan abang saya, namun, ayah saya justru marah besar dengan saya, dan abang saya malah menertawakan saya, mengatakan bahwa saya aneh.
Saat itu saya merasa sangat sedih, karena saya tidak berbohong. Semenjak kejadian tersebut, ayah, ibu dan abang saya selalu menyalahkan saya sendiri jika saya merasa takut, mereka menuduh saya selalu berpikir yang bukan-bukan. Padahal, saat saya sedang tidak merasa takut pun, gangguan tersebut datang pada saya. Ibu saya juga memarahi saya berulang kali, beliau mengatakan bahwa karena sifat saya yang penakut, maka saya selalu merasa diganggu. Bahkan pada saat itu ibu saya sampai melarang saya untuk ikut nonton siaran horor di TV karena mereka yakin saya terpengaruh acara tersebut (saat itu di TV ada siaran KisMis, dunia lain, dan lain lain, hahaha). Padahal, saya benar-benar mengalaminya, bukan karena saya merasa takut dan menyebarkan energi negatif (seperti apa yang saya ketahui sekarang ini). Dan lagi, karena saya berulang kali tidak dipercaya dan selalu ditertawakan, sepertinya semenjak saat itulah, saya menjadi orang yang tertutup. Terutama kepada keluarga saya sendiri. Saya sudah terlanjur tidak dipercaya. Seolah-olah semua cerita yang saya katakan hanya bualan, bahkan yang awalnya hanya cerita horor yang saya alami, sampai akhirnya cerita mengenai keseharian saya pun sering dianggap bualan belaka oleh mereka. Semenjak saat itu pula, saya selalu menyendiri di rumah, namun akan sangat ekspresif di luar ketika sedang bersama teman-teman saya. Saya menceritakan kisah gangguan-gangguan tersebut dengan teman-teman sekolah, bahkan guru sekolah. Dan karena alasan itu pula, saya sekarang mengetik kisah ini dan bercerita kepada semua teman-teman di forum.
Karena sering merasa dikucilkan di rumah sendiri, saya menjadi seseorang yang lebih banyak berkhayal dan menyendiri di rumah. Saat itu saya tidak memiliki banyak teman di kompleks, jadi saya lebih banyak menghabiskan waktu sendiri.
Saya sudah mulai terbiasa dengan gangguan-gangguan tersebut. Yang saya bisa lakukan hanyalah mencegah rasa takut dan menghindari hal-hal yang memungkinkan akan terjadi gangguan. Namun, suara-suara itu tetap hadir. Saya sempat merasa, apa mungkin ayah dan ibu saya juga merasakan, namun mereka hanya pura-pura tidak tahu? Pikiran saya kembali terbebani, untuk anak seusia saya pada saat itu.
---curhatnya skip dulu yah gan hehehe---
Hari itu hari Senin, saya ingat, saya merasa capek karena pagi harinya harus berdiri di bawah terik matahari saat upacara. Saya merasa kesal, harus pulang sekolah dalam keadaan ayah dan ibu yang tidak di rumah, dan abang saya yang masih harus ekskul. Hanya ditemani mbak Wati yang jarang berbicara. Saya merasa sangat kesepian, dan tertekan atas apa yang terjadi selama ini.
Saya tidak tahu apa yang ada dalam pikiran saya, namun saat itu, saya memutuskan untuk masuk ke kamar kosong tersebut, untuk melawan rasa takut saya.
Saya masuk ke dalam, tidak ada perasaan aneh sedikit pun. Saya pun memberanikan diri untuk duduk di tempat tidur, bergeser ke pojokan, melipat kaki dan menyendiri. Hanya termenung, tidak lebih dari itu. Cukup lama saya berada di kamar itu, bahkan saya tertidur, dan terbangun dalam kondisi kamar sudah mulai gelap.
Saya tidak merasa takut sama sekali, namun yang saya rasakan justru perasaan lega, seakan-akan rasa kesepian itu sudah hilang. Saya merasa ada seseorang yang menemani saya selama saya tidur, tapi saya tidak takut. Bahkan pada saat makan malam, saya merasa ditemani, saya merasa ada teman yang duduk di kursi sebelah saya. Saat mengerjakan PR di ruang TV bersama ayah dan abang saya pun saya merasa ada yang menemani saya selain mereka. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk beranjak ke kamar tidur, saya berhenti di depan kamar saya, yang juga berada di depan kamar kosong tersebut, saya tidak tahu apa yang terjadi, saya tidak sadar saya melakukannya, saat saya hendak masuk ke kamar, saya mengucapkan “Daah..” sampai melambaikan tangan ke arah pintu kamar tersebut. Padahal saat itu saya sendiri. Ya, sendiri.
(to be continued...)
No comments: