RUMAH HOROR KESALAHAN MASA LALU part 1
PART 1 - INTRODUCTION
---
Halo.
Disini saya mencoba berbagi cerita tentang kisah nyata yang saya alami. Bisa dibilang kisah ini cukup klasik karena terjadi di rumah, ya meskipun terkesan klasik, inilah kisah nyata yang saya alami bertahun-tahun di rumah dan keseharian saya. Karena kalau dipikir-pikir, kenapa sutradara film horror sering menjadikan rumah sebagai seting utama, karena memang benar, kisah horror seringkali bermula dari rumah.
Cerita ini akan saya pisah-pisah menjadi beberapa bagian dan saya akan berupaya untuk mengingat sedetail mungkin dan menceritakannya secara kronologis.
Tujuan saya menceritakan ini, bukan untuk menakut-nakuti siapapun. Saya hanya ingin berbagi dengan teman-teman semua, dan mendapatkan masukan dari teman-teman dan dapat mengambil pelajaran maupun hikmah dari apa yang terjadi.
Kisah ini dimulai sejak kami pindah ke rumah baru pada tahun 2000. Ya, rumah ini setahu saya dibangun dari tanah kosong, maka kami lah orang pertama yang menghuni rumah ini. Sebelumnya alasan kami pindah karena orang tua membutuhkan rumah yang lebih besar dan tidak kontrak, bukan karena alasan horror apapun.
Pertama kali saya melihat kompleks perumahan ini, saya merasa sangat asri dan nyaman, berada di pinggiran kota, dengan udara yang bersih, dikelilingi pepohonan bahkan terdapat danau di area perumahan, ya danau asli, bukan danau buatan.
Pada tahun 2000, sebenarnya rumah kami belum benar-benar selesai dibangun, namun karena kontrak pada rumah yang lama sudah habis, kami memutuskan untuk pindah ke rumah baru ini. Saat itu umur saya masih 7 tahun.
Awal kami pindah, lantai dua masih dalam tahap konstruksi, sekitar 90%, maka kami hanya tinggal di lantai bawah dengan satu kamar, ruang tamu, ruang keluarga, taman belakang, dua ruang makan, dan dua dapur.
Awalnya saya heran kenapa ibu saya yang merancang rumah ini, membuat dua dapur, padahal dapur yang satu lagi sudah cukup besar. Pada saat itu dapur yang lebih kecil di belakang, belum bisa diakses karena masih terhalangi beberapa bekisting untuk menyangga struktur bangunan.
Malam pertama kami tinggal di rumah tersebut, semuanya terasa sangat normal dan bahagia; aroma cat yang belum kering, tangga yang masih dilapisi semen, debu yang menyesakkan, ruang-ruang yang dipenuhi barang-barang, dan pencahayaan seadanya.
Saat itu, bagian belakang rumah kami masih rawa-rawa dengan beberapa pepohonan.
Keanehan baru mulai terasa pada sore hari kedua, saya masih ingat, pada saat itu sekitar jam 5 sore, saya baru selesai sepedaan bersama abang saya, saya pulang ke rumah dan ibu saya menyuruh saya untuk meletakkan sepeda di dapur belakang agar aman. Pada saat saya sedang meletakkan sepeda, saya mendengar bunyi “duk-duk” pada bagian dapur yang belum bisa diakses. Pada saat itu saya berpikir mungkin itu buruh tukang di tanah sebelah. Namun karena penasaran, saya mencoba mengecek ada siapa di tanah kosong sebelah rumah kami, dan, tidak ada siapa-siapa, bahkan disitu saya mengetahui bahwa ternyata ada tangga yang menempel ke rumah kami, namun tangga itu tidak termasuk pada kavling rumah ini.
Pada saat makan malam, saya bertanya pada ibu, kenapa ada tangga yang menempel diluar bangunan kami. Ibu saya menjawab bahwa tangga itu terbagi dua, setengah pada kavling sebelah, kemudian setengah lagi terdapat pada rumah kami. Ternyata tangga itu sudah ada sebelum rumah kami dibangun. Pada saat itu saya merasa dugaan saya salah, jika sebelumnya sudah ada tangga disitu, berarti sebelumnya sudah ada rumah disini.
Kemudian saya tanya, kenapa tangga itu tidak dihancurkan saja? Ibu saya mengatakan bahwa buruh-buruh bangunan menyarankan sebaiknya tangga tersebut dimanfaatkan saja. Ibu saya sempat menolak, namun entah kenapa para buruh bangunan tetap bersikeras bahwa tangga tersebut sebaiknya dipertahankan agar mempercepat proses pengerjaan konstruksi, dan alasan lain-lainnya, maka dari itu ibu saya akhirnya memutuskan untuk membuat dapur kotor kecil di bagian bawah tangga tersebut. Tetapi, kisah tangga itu meninggalkan misteri di benak saya. Jika ada tangga disitu sebelumnya, sudah pasti dulunya ada bangunan disini, apakah itu rumah? Saya tidak tahu. Kenapa para buruh tersebut bersikukuh untuk mempertahankan tangga tersebut? Apakah mereka tahu siapa yang dulu menempati tempat ini? Saya terus bertanya-tanya dalam benak saya.
Apalagi, suara yang saya dengar sebelumnya sungguh aneh.
Sejak saat itu, saya mulai merasa kehadiran.....
(to be continued…)
---
Halo.
Disini saya mencoba berbagi cerita tentang kisah nyata yang saya alami. Bisa dibilang kisah ini cukup klasik karena terjadi di rumah, ya meskipun terkesan klasik, inilah kisah nyata yang saya alami bertahun-tahun di rumah dan keseharian saya. Karena kalau dipikir-pikir, kenapa sutradara film horror sering menjadikan rumah sebagai seting utama, karena memang benar, kisah horror seringkali bermula dari rumah.
Cerita ini akan saya pisah-pisah menjadi beberapa bagian dan saya akan berupaya untuk mengingat sedetail mungkin dan menceritakannya secara kronologis.
Tujuan saya menceritakan ini, bukan untuk menakut-nakuti siapapun. Saya hanya ingin berbagi dengan teman-teman semua, dan mendapatkan masukan dari teman-teman dan dapat mengambil pelajaran maupun hikmah dari apa yang terjadi.
Kisah ini dimulai sejak kami pindah ke rumah baru pada tahun 2000. Ya, rumah ini setahu saya dibangun dari tanah kosong, maka kami lah orang pertama yang menghuni rumah ini. Sebelumnya alasan kami pindah karena orang tua membutuhkan rumah yang lebih besar dan tidak kontrak, bukan karena alasan horror apapun.
Pertama kali saya melihat kompleks perumahan ini, saya merasa sangat asri dan nyaman, berada di pinggiran kota, dengan udara yang bersih, dikelilingi pepohonan bahkan terdapat danau di area perumahan, ya danau asli, bukan danau buatan.
Pada tahun 2000, sebenarnya rumah kami belum benar-benar selesai dibangun, namun karena kontrak pada rumah yang lama sudah habis, kami memutuskan untuk pindah ke rumah baru ini. Saat itu umur saya masih 7 tahun.
Awal kami pindah, lantai dua masih dalam tahap konstruksi, sekitar 90%, maka kami hanya tinggal di lantai bawah dengan satu kamar, ruang tamu, ruang keluarga, taman belakang, dua ruang makan, dan dua dapur.
Awalnya saya heran kenapa ibu saya yang merancang rumah ini, membuat dua dapur, padahal dapur yang satu lagi sudah cukup besar. Pada saat itu dapur yang lebih kecil di belakang, belum bisa diakses karena masih terhalangi beberapa bekisting untuk menyangga struktur bangunan.
Malam pertama kami tinggal di rumah tersebut, semuanya terasa sangat normal dan bahagia; aroma cat yang belum kering, tangga yang masih dilapisi semen, debu yang menyesakkan, ruang-ruang yang dipenuhi barang-barang, dan pencahayaan seadanya.
Saat itu, bagian belakang rumah kami masih rawa-rawa dengan beberapa pepohonan.
Keanehan baru mulai terasa pada sore hari kedua, saya masih ingat, pada saat itu sekitar jam 5 sore, saya baru selesai sepedaan bersama abang saya, saya pulang ke rumah dan ibu saya menyuruh saya untuk meletakkan sepeda di dapur belakang agar aman. Pada saat saya sedang meletakkan sepeda, saya mendengar bunyi “duk-duk” pada bagian dapur yang belum bisa diakses. Pada saat itu saya berpikir mungkin itu buruh tukang di tanah sebelah. Namun karena penasaran, saya mencoba mengecek ada siapa di tanah kosong sebelah rumah kami, dan, tidak ada siapa-siapa, bahkan disitu saya mengetahui bahwa ternyata ada tangga yang menempel ke rumah kami, namun tangga itu tidak termasuk pada kavling rumah ini.
Pada saat makan malam, saya bertanya pada ibu, kenapa ada tangga yang menempel diluar bangunan kami. Ibu saya menjawab bahwa tangga itu terbagi dua, setengah pada kavling sebelah, kemudian setengah lagi terdapat pada rumah kami. Ternyata tangga itu sudah ada sebelum rumah kami dibangun. Pada saat itu saya merasa dugaan saya salah, jika sebelumnya sudah ada tangga disitu, berarti sebelumnya sudah ada rumah disini.
Kemudian saya tanya, kenapa tangga itu tidak dihancurkan saja? Ibu saya mengatakan bahwa buruh-buruh bangunan menyarankan sebaiknya tangga tersebut dimanfaatkan saja. Ibu saya sempat menolak, namun entah kenapa para buruh bangunan tetap bersikeras bahwa tangga tersebut sebaiknya dipertahankan agar mempercepat proses pengerjaan konstruksi, dan alasan lain-lainnya, maka dari itu ibu saya akhirnya memutuskan untuk membuat dapur kotor kecil di bagian bawah tangga tersebut. Tetapi, kisah tangga itu meninggalkan misteri di benak saya. Jika ada tangga disitu sebelumnya, sudah pasti dulunya ada bangunan disini, apakah itu rumah? Saya tidak tahu. Kenapa para buruh tersebut bersikukuh untuk mempertahankan tangga tersebut? Apakah mereka tahu siapa yang dulu menempati tempat ini? Saya terus bertanya-tanya dalam benak saya.
Apalagi, suara yang saya dengar sebelumnya sungguh aneh.
Sejak saat itu, saya mulai merasa kehadiran.....
(to be continued…)
No comments: