RUMAH HOROR KESALAHAN MASA LALU part 18
PART 18 - TERJERUMUS
Saka. Jin Saka. Ya, saya pernah mendengarnya dan membaca sedikit tentangnya. Saya tidak pernah terpikirkan jika harus berurusan dengan hal semacam itu. Meskipun tidak siap, tapi saya harus menuntaskan pembicaraan ini.
“Dari mana bapak bisa yakin bahwa jin saka terlibat dalam semua ini?” Saya bertanya.
“Kamu lihat saja, kita sudah mencoba memisahkan kamu dari misteri ini, tapi lihat sekarang. Bukannya membaik, malah memburuk.”
“Lalu apa hubungannya ini dengan ayah saya?”
“Kamu tahu apa itu jin saka?”
“Hmm, saya pernah dengar. Setahu saya itu jin yang diturunkan.”
“Ya, benar. Memang ini dugaan saya. Tapi saya yakin bahwa dugaan saya benar.”
“Iya, pak. Tolong jelaskan lebih rinci. Saya ingin tahu lebih banyak.”
“Tapi, nak. Saya rasa saya tidak punya kapasitas lebih untuk menjelaskan ini.”
“Kenapa pak? Bukannya bapak sudah ahli?”
“Hahaha. Kamu kan tahu, saya ini bukan dukun. Saya sering membantu orang-orang, itu hanyalah dengan doa dan keyakinan, bukan karena mantera. Saya hanya membantu orang untuk menguatkan keyakinannya agar batinnya menjadi lebih kuat. Saya tidak pernah benar-benar berkomunikasi dengan golongan jin. Saya bisa melakukannya karena saya membaca dan mempelajari ciri-ciri orang yang diganggu makhluk halus dan cara menanganinya, bukan karena saya dukun. Saya bisa merasakan hal-hal aneh karena intuisi dan pengetahuan yang saya dapat dari bacaan dan kitab-kitab, bukan karena saya indigo. Jika kamu mau, kamu sendiri, bahkan siapa saja bisa melakukan apa yang saya lakukan.”
“Lalu kenapa bapak merasa ini bukan kapasitas bapak?”
“Karena, saya tidak pernah berurusan dengan jin saka. Jin saka itu, jenisnya juga banyak. Jika benar dugaan saya mengenai kehadiran jin saka di dalam hidup kamu, saya tidak tahu jenisnya dan saya tidak tahu apa kegunaannya.”
“Nah itu bapak tahu.”
“Ya, sebatas itu saja.”
“Jadi, kenapa harus saya pak?”
“Bukan.”
“Lah maksud bapak??”
“Iya. Bukan kamu yang saya maksud.”
“Jadi siapa?”
“Hmm, maaf ya, tapi ini dugaan saya, berdasarkan yang saya ketahui. Sepertinya saat ini jin saka itu ada di ayah kamu.”
“Ya Tuhan. Apa dia mengetahuinya?”
“Saya tidak tahu. Itulah makanya saya katakan bahwa ini bukan kapasitas saya. Saya tidak tahu banyak mengenai sejarah keluarga kamu. Kamu jangan buru-buru menyalahkan keluarga kamu. Bisa saja sebenarnya keluarga kamu juga tidak mengetahui hal ini.”
“Bagaimana mungkin mereka tidak mengetahuinya?”
“Sama seperti kamu sekarang ini. Kamu juga tidak mengetahuinya kan? Kenapa ini terjadi pada kamu.”
Setelah beliau mengucapkan kata-kata itu. Kepala saya terasa berputar-putar. Saya pusing sekali. Rasanya semua informasi di otak saya saling terbelit-belit.
“Jadi, apa mungkin ayah saya yang telah melakukan kesepakatan dengan jin saka?”
“Tenang dulu. Sudah saya bilang, jangan menuduh yang bukan-bukan. Praktik kerjasama dengan jin saka ini sudah jarang sekali dilakukan di zaman sekarang. Saya yakin seratus persen. Bukan ayah kamu yang melakukannya. Saya yakin sekali, dia tidak melakukannya. Mungkin ada leluhur, entah dari pihak siapa, yang melakukannya di zaman dahulu sekali dan turun ke ayah kamu. Dan kamu juga tahu kan, jin itu umurnya bisa sangat panjang, sampai ratusan bahkan ribuan tahun lamanya.”
Percakapan kami menjadi cukup begitu panjang. Saya seakan ngotot untuk mengetahui semuanya saat itu juga. Tapi, apa daya, ternyata pak Indra mengatakan bahwa itu diluar kapasitasnya.
“Pak, tolonglah. Bantu saya.”
“Harus berapa kali saya katakan, ini diluar kapasitas saya.”
“Lalu apa yang harus saya lakukan, pasti bapak tahu.”
“Kamu, saya yakinkan sekali lagi. Jangan lakukan ini jika kamu belum siap lahir dan batin. Bagaimanapun, alam jin, kehidupan mereka, apapun tentang mereka, tidak seharusnya menjadi urusan kita. Mereka bukan tidak mungkin, menghancurkan hidup seorang manusia.”
“Bagaimana bisa?”
“Ya, melalui kepercayaan kita. Keyakinan kita, bahwa mereka dapat masuk ke dalam kehidupan kita. Mereka membuat kita semakin dan semakin mendalami alam mereka, membuat kita larut dalam urusan itu, memasuki kehidupan kita, dan, jika ternyata kita tidak cukup kuat, mereka akan menguasai kita dan kita akan menghadapi kesulitan. Namun, di sisi lain, jika ternyata kita cukup kuat, maka kita akan bisa membuat kesepakatan yang menguntungkan kita sendiri dan kita lah yang mengendalikan jin itu. Tapi ingat, itu adalah perbuatan diluar batas yang tidak dibenarkan dalam ajaran agama, karena melakukan ikatan dengan jin tergolong dalam perbuatan sihir.”
“Jadi pak, intinya, apa yang harus saya lakukan?”
“Tunggu, jangan dulu potong penjelasan saya.”
“Maaf pak.”
“Jadi, memang sebaiknya sejak awal kita tidak perlu banyak turut campur dalam urusan dimensi alam ghaib.”
“Jadi saya cukup diam saja dan membiarkan semuanya terjadi? Saya tidak menginginkan ini terjadi. Mereka yang mengganggu saya dan saya harus berbuat sesuatu untuk menghentikan ini semua.”
“Bukan begitu. Kalau dilihat kondisinya sekarang ini, kamu sudah terlalu jauh. Terlalu jauh masuk ke dalam urusan mereka. Bisa dibilang, saat ini kamu dalam posisi di pinggir jurang.”
“Kenapa begitu?”
“Tentu saja. Sejak awal, mereka menyerang kamu yang lemah. Kemudian, dengan kelemahan kamu, kamu justru meladeni mereka semua, hingga saat ini. Kamu semakin terjerumus, kamu semakin percaya dengan kekuatan mereka, dan dengan keadaan seperti itulah, mereka makin dan makin mendekati kamu. Untuk menguasai kamu.”
“Untuk apa mereka menguasai saya?”
“Kita tidak tahu. Namanya juga jin. Kejahatan yang dilakukan golongan jin, bisa-bisa merupakan sesuatu yang tidak pernah kita bayangkan.”
“Cukup, pak. Sudahlah. Saya merasa lelah. Saya rasa, saya belum siap untuk mengetahui lebih lanjut. Jujur pak, dari benak saya yang paling dalam, saat ini batin saya belum siap.”
“Baiklah kalau begitu. Kamu memang harus jujur terhadap diri kamu sendiri dan jangan melakukan sesuatu diluar batas kemampuan kamu sendiri. Sekarang ini sebaiknya kamu istirahat saja dulu. Jangan terlalu banyak memikirkan hal ini. Untuk kesekian kalinya saya ingatkan, biarlah waktu yang menjawab. Jangan terlalu dipelajari dan didalami. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya.”
“Iya, pak. Sebenarnya semua ini masih menjadi pertanyaan besar di benak saya. Tapi, saya rasa saya perlu jeda dulu.”
“Baiklah, bagus kalau begitu.”
Tidak berlama-lama, saya minta izin untuk pergi duluan. Saya merasa lelah. Batin saya begitu lelah. Saya tidak sanggup. Saya ingin tahu lebih banyak mengenai jin saka ini. Saya ingin tahu kenapa bisa saya harus berurusan dengannya, jika memang benar, kalau semua ini karena dia. Rasanya ingin sekali saya bertanya dengan ayah saya, tapi, berat sekali rasanya. Saya takut dia marah. Saya takut dia tidak suka. Saya takut, jika seharusnya saya tidak mengetahui hal ini.
Setibanya di rumah, saya langsung tertidur pulas, bahkan tanpa sempat mengganti pakaian. Malam itu, saya kembali bermimpi bertemu dengan sosok yang sama. Namun kali itu, sosok itulah yang menghampiri saya yang sedang tidur. Ia kembali berbicara menggunakan bahasa asing, namun saya bisa memahami maksud perkatannya. Dia kembali mengatakan untuk percaya kepadanya karena suatu saat nanti dia akan datang dan melindungi saya. Seperti di mimpi sebelumnya, saya bertanya, kapan. Namun, kali itu, dia menjawab bahwa waktunya semakin dekat.
Saya langsung tersentak dari tidur saya. Saya merasa ketindihan. Saya terbangun, saya mencoba berteriak dan memberontak tapi saya tidak bisa. Setelah beberapa menit. Saya kembali tersadar dan terbangun dari tidur. Saya takut sekali.
Malam itu juga, saya menelepon ayah saya. Saya menangis. Saya hanya mengatakan bahwa saya sangat merindukan mereka. Entah kenapa, saat itu saya merasa ingin sekali melihat mereka, terutama ayah saya. Saya ingin mendengar suaranya. Saya ingin berada di dekatnya.
Dari suaranya via telepon, sepertinya ayah saya mengerti keadaan saya. Dia hanya menenangkan saya, menyarankan saya untuk tidak berpikir aneh-aneh dan terus berdoa, memohon perlindungan kepada Tuhan.
Keesokan paginya juga saya kembali menelepon pak Indra. Saya sempat meminta maaf padanya, karena telah membuat dia repot dengan urusan saya. Beliau kembali meyakinkan saya, untuk tidak mempercayai apapun yang dikatakan jin itu di dalam mimpi saya. Bisa saja jin itu berbohong. Jin itu membuat saya yakin bahwa saya akan melindunginya dan saya akhirnya akan menerimanya untuk benar-benar hadir dalam hidup saya. Pak Indra juga mengatakan, jika saya bisa mengontrol apa yang saya lakukan di mimpi itu, maka jangan hiraukan apapun yang dikatakannya. Jangan menjawab pertanyaannya. Jangan bertanya apapun dengannya.
Sudah beberapa hari semenjak hari-hari yang melelahkan itu. Orangtua saya sudah kembali pulang. Semenjak saat itu pula, perasaan takut saya semakin kuat. Ya, saya takut kehilangan ayah saya. Hampir setiap ada kesempatan, saya memperhatikan wajahnya. Saya lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya. Setiap kali saya melihat dia tertidur, pasti saya akan memastikan, apakah ia masih bernafas. Aneh sekali, tapi itulah yang saya lakukan.
Ibu saya juga pernah bertanya kenapa saya harus menutup ventilasi pintu kamar dengan alumunium foil. Saya buntu. Saya terpaksa menjawab bahwa saya sering melihat sosok aneh melewati ventilasi itu. Tapi beliau hanya menertawakan saya.
Saya juga sempat mendiskusikan dengan ayah dan ibu mengenai jin-jin yang saya ketahui. Tapi, tentu saja, mereka mengaku bahwa mereka percaya akan kehadiran jin dan mereka juga menyarankan saya untuk tidak terlalu mengusik-usik apa-apa yang berhubungan dengan alam ghaib. Mereka juga menyarankan saya agar tidak menyibukkan dengan hal-hal itu agar saya tidak terpengaruh oleh kalangan jin. Di satu sisi, saya merasa senang, karena mereka tidak memarahi atapun menertawakan saya karena saya membahas itu, mereka justru merespon pernyataan saya dengan sesuatu yang positif. Dan hal itu membuat saya merasa semakin positif.
Tapi, saya tidak pernah mengatakan apa yang sudah saya lakukan di rumah ini, bersama Pak Indra.
Pernah suatu hari, saya bertanya dengan ayah saya mengenai keris itu. Dia hanya mengatakan, bahwa dia tidak menginginkan keris itu. Dia tidak banyak bercerita tentang keris itu karena dia mengaku tidak mau lagi membahas keris itu dan dia juga bilang bahwa keris itu sudah dia buang. Tapi dia tidak memberitahu dibuang kemana atau dibuang ke siapa. Dia benar-benar sudah tidak ingin berurusan dengan hal-hal semacam itu. Saya mengerti keadaannya. Dia juga pernah bilang, bahwa beliau sangat bangga dengan istrinya. Ya, ibu saya. Kenapa? Karena ayah saya mengaku, ibu saya telah banyak memberi energi positif ke dalam kehidupannya. Dulu sekali, ayah saya mengakui bahwa dia bukanlah orang yang taat agama dan taat beribadah. Tapi, semenjak mereka menikah, ayah saya menjadi pribadi yang berbeda. Dia menjadi seseorang yang lebih baik. Dia lebih mendalami ilmu-ilmu agama lebih baik dari sebelumnya.
Mungkin, karena alasan itu, dia tidak ingin mengungkit-ungkit masa lalunya. Saya mungkin tidak mengetahui bagaimana masa lalunya. Kita tidak bisa menilai seseorang dari masa lalunya.
Akhirnya saya memutuskan untuk tidak membahas mengenai keris itu pada Ayah. Saya menghargai apa yang dilakukannya. Dia telah menjadi pribadi yang lebih baik dan saya bisa merasakannya. Meskipun, di sisi lain, masih banyak kerabatnya atau teman lamanya, yang masih menilainya seakan dia masih seperti dulu, tapi beliau tetap tegar dan menahan emosinya untuk tidak memperdulikan orang-orang yang selalu mengungkit masa lalunya. Saya menyaksikan itu. Saya menyaksikan bagaimana ayah saya berubah menjadi orang yang lebih baik, hari demi hari, terutama belakangan ini.
Saya ingat, saat itu hari Sabtu, sore itu, saya baru menghadiri undangan perkimpoian anak dari teman ibu saya. Ya, saat itu saya dan ibu sempat sedikit kesal dengan ayah saya yang selalu enggan menghadiri undangan. Bukan hanya itu, hampir di setiap kesempatan, dia jarang sekali ingin ikut kami. Kami hanya pergi berdua, saya dan ibu saja, tapi ayah saya tidak ikut, dengan berjuta alasan dan abang saya tentu saja tidak ada karena dia tidak lagi tinggal bersama kami. Setiap kali kami menegurnya, ia hanya diam. Sore itu, saya melihat wajah ayah saya. Kami baru saja menegurnya karena sudah berkali-kali ia tidak ikut undangan dan teman-teman ibu saya selalu bertanya kenapa dia tidak ikut, dan kami capek, terus-terusan ditanya orang kenapa. Saya melihat wajahnya, ada ekspresi kasihan. Entah kenapa, saya merasa menyesal telah menegurnya, meskipun bukan dengan cara yang kasar. Entah kenapa, saya merasa sedih.
Malamnya, saya terus kepikiran. Saya menyesal sekali telah melakukan itu. Saya tertidur, dan kembali bertemu dengan sosok itu.
Sosok itu terlihat semakin jelas. Saya bisa melihat bentuk tubuhnya. Sebelumnya saya hanya melihatnya dalam bentuk sosok bayangan putih. Tapi kali ini, saya bisa melihat postur tubuhnya, bahkan bentuk telinganya yang panjang keatas.
Sosok itu berbicara kepada saya. Dia kembali mengatakan hal yang sama, dengan bahasa yang sama. Tapi, kali itu dia menyelesaikan kalimatnya tanpa saya tanya. Dia mengatakan bahwa dia akan melindungi saya dan waktunya semakin dekat. Dia juga berkata bahwa ia sudah tidak tahan lagi dengan tempatnya sekarang. Benar saja, ternyata saya bisa mengontrol tindakan saya dalam mimpi itu. Saya hanya mendengarnya berbicara, namun tidak merespon dalam bentuk apapun. Saya hanya diam, di dalam mimpi itu. Sosok itu seakan tidak suka dengan tindakan saya. Sosok itu, menggenggam lengan saya dengan begitu kerasnya dan saya merasa kesakitan.
Persis seperti sebelumnya, saya terbangun dalam kondisi tertindih. Mencoba berteriak dan meronta-ronta tapi tidak ada suara yang keluar. Saya memegang lengan saya yang sakit. Rasa sakit itu benar-benar berbekas, bahkan saat saya sudah terjaga dari tidur saya. Rasanya melelahkan sekali, sampai akhirnya saya kembali tertidur.
Pagi harinya, saya melihat lengan saya. Ya ampun. Ada bekas yang aneh di lengan saya. Aneh tapi nyata, ini benar-benar terjadi. Ada goresan-goresan di lengan saya, beserta bekas lebam di sekelilingnya. Lengan saya seperti digores-gores dengan kuku. Goresan itu membentuk suatu tulisan dalam huruf yang tidak bisa saya mengerti. Saya langsung bertindak cepat. Saya buru-buru mengambil telepon genggam saya untuk memfoto, tapi, mengesalkan sekali, saya lupa mengecas telepon genggam saya dan baterainya sudah habis. Tanpa berlama-lama, sebelum bekas itu hilang, saya menuliskan tulisan itu di kertas, semirip mungkin, semampu yang saya bisa.
Hari itu, saya pergi ke kampus, tapi bukan untuk kuliah. Saya mencoba mendatangi pusat bahasa di kampus saya untuk mencari tahu itu tulisan apa. Saya bertemu dengan salah seorang disana. Mereka tidak dapat menjawab itu tulisan apa, namun mereka memberi tahu saya bahasa-bahasa yang memiliki aksara sendiri. Ada cukup banyak; bahasa arab, bahasa mandarin, bahasa thailand, bahasa-bahasa tradisional dan lain-lain.
Saya pergi ke kelas saya di kampus untuk mencari informasi di internet menggunakan laptop saya sendiri. Saat itu masih siang, tapi kelas sudah pada kosong. Bagus sekali. Karena, jika kampus sudah sepi, biasanya koneksi internet lebih lancar. Saya mencari informasi mengenai aksara-aksara penulisan itu, satu persatu. Berjam-jam lamanya, hingga saya mendapat satu petunjuk. Aksara yang saya lihat, tidak mirip dengan aksara tulisan jawa, hindi, apalagi arab maupun mandarin. Aksara itu, huruf-huruf itu, mengerucut ke dua bahasa. Yaitu bahasa ibrani atau bahasa yiddish.
Sebenarnya, saat itu saya masih ingin melanjutkan pencarian lebih dalam, tapi entah kenapa saya enggan. Saya merasa tidak siap untuk mengetahui arti dari tulisan itu. Akhirnya saya menelepon pak Indra, lagi dan lagi.
Saya menceritakan apa yang terjadi. Beliau langsung menyarankan saya untuk berhenti. Beliau mengatakan, mungkin karena saya tidak merespon perkataannya di dalam mimpi, jin itu berusaha menggunakan cara lain agar saya semakin terjerumus. Beliau kembali meyakinkan saya bahwa mungkin itu adalah cara jin itu agar saya semakin tertarik dengannya. Beliau juga memerintahkan saya untuk membuang tulisan saya itu dan membuang jauh-jauh pikiran saya untuk mengetahui artinya. Mungkin itu adalah cara jin itu untuk melaksanakan niat jahatnya.
Saya mengiyakan dan kalimat itu tetap menjadi misteri, bahkan hingga saat ini, detik ini. Saya benar-benar tidak ingin mengetahui arti dari tulisan itu lagi.
Suasana kampus sangat sepi. Hujan mulai turun. Kampus kami, memang tidak pernah dikunci selama 24-jam, kecuali ruangan-ruangan arsip, ruangan dosen, dan ruangan penting lainnya. Karena, di jurusan kami, kelas-kelas sering digunakan mahasiswa untuk tempat mengerjakan tugas sambil bergadang. Karena sepi, saya memutar lagu-lagu klasik kesukaan saya untuk menemani kesunyian itu. Ya, kesukaan saya terhadap musik klasik merupakan salah satu alasan kenapa banyak yang menganggap saya aneh, karena sedikit sekali di kalangan teman-teman saya yang menyukai musik klasik. Saya ingat sekali, saat itu saya memilih lagu secara acak dan saya memulainya dengan mendengar lagu “Ave Maria” versi Franz Schubert. Alunannya sungguh menenangkan.
Karena saya tidak jadi mencari-cari tahu arti dari tulisan itu, saya justru mencari informasi yang lain. Informasi lain yang ternyata cukup untuk membuat saya kembali tidak tenang.
Ya, saya mencari informasi mengenai ciri orang yang disukai oleh jin. Ya ampun, hampir semuanya terjadi dengan saya. Saya selalu merasa ada sesuatu yang menemani saya saat tidur. Saya sering berjalan-jalan kaki keluar rumah, sendiri, di malam hari. Saya selalu kesulitan tidur, dan banyak ciri lainnya. Saya menyesal sekali telah mengetahui hal-hal itu.
Batin saya sangat tertekan. Saya ingin bercerita kepada teman-teman terdekat saya tapi saya tidak ingin ditertawakan, atau, menambah beban pikiran mereka. Saya juga tidak ingin dianggap aneh lagi seperti dulu. Saya memandangi jendela, menatap hujan. Saya melihat ke bawah, ada selasar yang berliku di bawah sana, menghubungkan bangunan disana dengan bangunan tempat saya berada saat itu. Ada dua orang sedang berjalan, laki-laki dan perempuan, lebih tepatnya anak perempuan. Mereka mengarah ke bangunan kelas saya. Mata saya mengikuti gerakan mereka. Saya belum bisa melihat dengan jelas bagaimana wajahnya, sampai mereka berbelok di selasar itu, dan menghadap ke arah saya. Saat itu pula, mereka menghentikan langkah mereka. Anak perempuan itu memegang tangan laki-laki itu. Anak perempuan itu, dengan cepat menolehkan wajahnya. Dia melihat ke arah saya. Dia terlihat seperti sedang menangis, sedangkan laki-laki di sebelahnya hanya menunduk dan saya tidak bisa melihat wajahnya. Dia memandang wajah saya. Saya merasa gugup ketakutan. Ya, anak itu. Anak perempuan yang pernah saya lihat di danau dan rumah saya. Saya tersadar. Laki-laki yang di sebelahnya, ia menggunakan pakaian yang sama persis dengan yang saya kenakan saat itu. Sama persis.
Saya langsung mengalihkan pandangan saya seraya menyebut nama Tuhan, memohon perlindungan.
Saat itu pula, ada suara isak tangis dari belakang saya, suaranya jauh. Suara itu seakan berasal dari luar ruangan kelas.
Saya langsung membalikkan badan ke belakang dan pintu kelas terbanting dengan hebatnya. Suaranya begitu kencang dan saya langsung ketakutan detik itu juga. Untunglah kelas kami terdapat dua pintu dan saya langsung berkemas dan pergi dari kelas itu melewati pintu yang lain. Saya berlari menuju mobil tanpa menghiraukan sekeliling. Tapi, ada yang menghentikan langkah saya.
(To be continued…)
Saka. Jin Saka. Ya, saya pernah mendengarnya dan membaca sedikit tentangnya. Saya tidak pernah terpikirkan jika harus berurusan dengan hal semacam itu. Meskipun tidak siap, tapi saya harus menuntaskan pembicaraan ini.
“Dari mana bapak bisa yakin bahwa jin saka terlibat dalam semua ini?” Saya bertanya.
“Kamu lihat saja, kita sudah mencoba memisahkan kamu dari misteri ini, tapi lihat sekarang. Bukannya membaik, malah memburuk.”
“Lalu apa hubungannya ini dengan ayah saya?”
“Kamu tahu apa itu jin saka?”
“Hmm, saya pernah dengar. Setahu saya itu jin yang diturunkan.”
“Ya, benar. Memang ini dugaan saya. Tapi saya yakin bahwa dugaan saya benar.”
“Iya, pak. Tolong jelaskan lebih rinci. Saya ingin tahu lebih banyak.”
“Tapi, nak. Saya rasa saya tidak punya kapasitas lebih untuk menjelaskan ini.”
“Kenapa pak? Bukannya bapak sudah ahli?”
“Hahaha. Kamu kan tahu, saya ini bukan dukun. Saya sering membantu orang-orang, itu hanyalah dengan doa dan keyakinan, bukan karena mantera. Saya hanya membantu orang untuk menguatkan keyakinannya agar batinnya menjadi lebih kuat. Saya tidak pernah benar-benar berkomunikasi dengan golongan jin. Saya bisa melakukannya karena saya membaca dan mempelajari ciri-ciri orang yang diganggu makhluk halus dan cara menanganinya, bukan karena saya dukun. Saya bisa merasakan hal-hal aneh karena intuisi dan pengetahuan yang saya dapat dari bacaan dan kitab-kitab, bukan karena saya indigo. Jika kamu mau, kamu sendiri, bahkan siapa saja bisa melakukan apa yang saya lakukan.”
“Lalu kenapa bapak merasa ini bukan kapasitas bapak?”
“Karena, saya tidak pernah berurusan dengan jin saka. Jin saka itu, jenisnya juga banyak. Jika benar dugaan saya mengenai kehadiran jin saka di dalam hidup kamu, saya tidak tahu jenisnya dan saya tidak tahu apa kegunaannya.”
“Nah itu bapak tahu.”
“Ya, sebatas itu saja.”
“Jadi, kenapa harus saya pak?”
“Bukan.”
“Lah maksud bapak??”
“Iya. Bukan kamu yang saya maksud.”
“Jadi siapa?”
“Hmm, maaf ya, tapi ini dugaan saya, berdasarkan yang saya ketahui. Sepertinya saat ini jin saka itu ada di ayah kamu.”
“Ya Tuhan. Apa dia mengetahuinya?”
“Saya tidak tahu. Itulah makanya saya katakan bahwa ini bukan kapasitas saya. Saya tidak tahu banyak mengenai sejarah keluarga kamu. Kamu jangan buru-buru menyalahkan keluarga kamu. Bisa saja sebenarnya keluarga kamu juga tidak mengetahui hal ini.”
“Bagaimana mungkin mereka tidak mengetahuinya?”
“Sama seperti kamu sekarang ini. Kamu juga tidak mengetahuinya kan? Kenapa ini terjadi pada kamu.”
Setelah beliau mengucapkan kata-kata itu. Kepala saya terasa berputar-putar. Saya pusing sekali. Rasanya semua informasi di otak saya saling terbelit-belit.
“Jadi, apa mungkin ayah saya yang telah melakukan kesepakatan dengan jin saka?”
“Tenang dulu. Sudah saya bilang, jangan menuduh yang bukan-bukan. Praktik kerjasama dengan jin saka ini sudah jarang sekali dilakukan di zaman sekarang. Saya yakin seratus persen. Bukan ayah kamu yang melakukannya. Saya yakin sekali, dia tidak melakukannya. Mungkin ada leluhur, entah dari pihak siapa, yang melakukannya di zaman dahulu sekali dan turun ke ayah kamu. Dan kamu juga tahu kan, jin itu umurnya bisa sangat panjang, sampai ratusan bahkan ribuan tahun lamanya.”
Percakapan kami menjadi cukup begitu panjang. Saya seakan ngotot untuk mengetahui semuanya saat itu juga. Tapi, apa daya, ternyata pak Indra mengatakan bahwa itu diluar kapasitasnya.
“Pak, tolonglah. Bantu saya.”
“Harus berapa kali saya katakan, ini diluar kapasitas saya.”
“Lalu apa yang harus saya lakukan, pasti bapak tahu.”
“Kamu, saya yakinkan sekali lagi. Jangan lakukan ini jika kamu belum siap lahir dan batin. Bagaimanapun, alam jin, kehidupan mereka, apapun tentang mereka, tidak seharusnya menjadi urusan kita. Mereka bukan tidak mungkin, menghancurkan hidup seorang manusia.”
“Bagaimana bisa?”
“Ya, melalui kepercayaan kita. Keyakinan kita, bahwa mereka dapat masuk ke dalam kehidupan kita. Mereka membuat kita semakin dan semakin mendalami alam mereka, membuat kita larut dalam urusan itu, memasuki kehidupan kita, dan, jika ternyata kita tidak cukup kuat, mereka akan menguasai kita dan kita akan menghadapi kesulitan. Namun, di sisi lain, jika ternyata kita cukup kuat, maka kita akan bisa membuat kesepakatan yang menguntungkan kita sendiri dan kita lah yang mengendalikan jin itu. Tapi ingat, itu adalah perbuatan diluar batas yang tidak dibenarkan dalam ajaran agama, karena melakukan ikatan dengan jin tergolong dalam perbuatan sihir.”
“Jadi pak, intinya, apa yang harus saya lakukan?”
“Tunggu, jangan dulu potong penjelasan saya.”
“Maaf pak.”
“Jadi, memang sebaiknya sejak awal kita tidak perlu banyak turut campur dalam urusan dimensi alam ghaib.”
“Jadi saya cukup diam saja dan membiarkan semuanya terjadi? Saya tidak menginginkan ini terjadi. Mereka yang mengganggu saya dan saya harus berbuat sesuatu untuk menghentikan ini semua.”
“Bukan begitu. Kalau dilihat kondisinya sekarang ini, kamu sudah terlalu jauh. Terlalu jauh masuk ke dalam urusan mereka. Bisa dibilang, saat ini kamu dalam posisi di pinggir jurang.”
“Kenapa begitu?”
“Tentu saja. Sejak awal, mereka menyerang kamu yang lemah. Kemudian, dengan kelemahan kamu, kamu justru meladeni mereka semua, hingga saat ini. Kamu semakin terjerumus, kamu semakin percaya dengan kekuatan mereka, dan dengan keadaan seperti itulah, mereka makin dan makin mendekati kamu. Untuk menguasai kamu.”
“Untuk apa mereka menguasai saya?”
“Kita tidak tahu. Namanya juga jin. Kejahatan yang dilakukan golongan jin, bisa-bisa merupakan sesuatu yang tidak pernah kita bayangkan.”
“Cukup, pak. Sudahlah. Saya merasa lelah. Saya rasa, saya belum siap untuk mengetahui lebih lanjut. Jujur pak, dari benak saya yang paling dalam, saat ini batin saya belum siap.”
“Baiklah kalau begitu. Kamu memang harus jujur terhadap diri kamu sendiri dan jangan melakukan sesuatu diluar batas kemampuan kamu sendiri. Sekarang ini sebaiknya kamu istirahat saja dulu. Jangan terlalu banyak memikirkan hal ini. Untuk kesekian kalinya saya ingatkan, biarlah waktu yang menjawab. Jangan terlalu dipelajari dan didalami. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya.”
“Iya, pak. Sebenarnya semua ini masih menjadi pertanyaan besar di benak saya. Tapi, saya rasa saya perlu jeda dulu.”
“Baiklah, bagus kalau begitu.”
Tidak berlama-lama, saya minta izin untuk pergi duluan. Saya merasa lelah. Batin saya begitu lelah. Saya tidak sanggup. Saya ingin tahu lebih banyak mengenai jin saka ini. Saya ingin tahu kenapa bisa saya harus berurusan dengannya, jika memang benar, kalau semua ini karena dia. Rasanya ingin sekali saya bertanya dengan ayah saya, tapi, berat sekali rasanya. Saya takut dia marah. Saya takut dia tidak suka. Saya takut, jika seharusnya saya tidak mengetahui hal ini.
Setibanya di rumah, saya langsung tertidur pulas, bahkan tanpa sempat mengganti pakaian. Malam itu, saya kembali bermimpi bertemu dengan sosok yang sama. Namun kali itu, sosok itulah yang menghampiri saya yang sedang tidur. Ia kembali berbicara menggunakan bahasa asing, namun saya bisa memahami maksud perkatannya. Dia kembali mengatakan untuk percaya kepadanya karena suatu saat nanti dia akan datang dan melindungi saya. Seperti di mimpi sebelumnya, saya bertanya, kapan. Namun, kali itu, dia menjawab bahwa waktunya semakin dekat.
Saya langsung tersentak dari tidur saya. Saya merasa ketindihan. Saya terbangun, saya mencoba berteriak dan memberontak tapi saya tidak bisa. Setelah beberapa menit. Saya kembali tersadar dan terbangun dari tidur. Saya takut sekali.
Malam itu juga, saya menelepon ayah saya. Saya menangis. Saya hanya mengatakan bahwa saya sangat merindukan mereka. Entah kenapa, saat itu saya merasa ingin sekali melihat mereka, terutama ayah saya. Saya ingin mendengar suaranya. Saya ingin berada di dekatnya.
Dari suaranya via telepon, sepertinya ayah saya mengerti keadaan saya. Dia hanya menenangkan saya, menyarankan saya untuk tidak berpikir aneh-aneh dan terus berdoa, memohon perlindungan kepada Tuhan.
Keesokan paginya juga saya kembali menelepon pak Indra. Saya sempat meminta maaf padanya, karena telah membuat dia repot dengan urusan saya. Beliau kembali meyakinkan saya, untuk tidak mempercayai apapun yang dikatakan jin itu di dalam mimpi saya. Bisa saja jin itu berbohong. Jin itu membuat saya yakin bahwa saya akan melindunginya dan saya akhirnya akan menerimanya untuk benar-benar hadir dalam hidup saya. Pak Indra juga mengatakan, jika saya bisa mengontrol apa yang saya lakukan di mimpi itu, maka jangan hiraukan apapun yang dikatakannya. Jangan menjawab pertanyaannya. Jangan bertanya apapun dengannya.
Sudah beberapa hari semenjak hari-hari yang melelahkan itu. Orangtua saya sudah kembali pulang. Semenjak saat itu pula, perasaan takut saya semakin kuat. Ya, saya takut kehilangan ayah saya. Hampir setiap ada kesempatan, saya memperhatikan wajahnya. Saya lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya. Setiap kali saya melihat dia tertidur, pasti saya akan memastikan, apakah ia masih bernafas. Aneh sekali, tapi itulah yang saya lakukan.
Ibu saya juga pernah bertanya kenapa saya harus menutup ventilasi pintu kamar dengan alumunium foil. Saya buntu. Saya terpaksa menjawab bahwa saya sering melihat sosok aneh melewati ventilasi itu. Tapi beliau hanya menertawakan saya.
Saya juga sempat mendiskusikan dengan ayah dan ibu mengenai jin-jin yang saya ketahui. Tapi, tentu saja, mereka mengaku bahwa mereka percaya akan kehadiran jin dan mereka juga menyarankan saya untuk tidak terlalu mengusik-usik apa-apa yang berhubungan dengan alam ghaib. Mereka juga menyarankan saya agar tidak menyibukkan dengan hal-hal itu agar saya tidak terpengaruh oleh kalangan jin. Di satu sisi, saya merasa senang, karena mereka tidak memarahi atapun menertawakan saya karena saya membahas itu, mereka justru merespon pernyataan saya dengan sesuatu yang positif. Dan hal itu membuat saya merasa semakin positif.
Tapi, saya tidak pernah mengatakan apa yang sudah saya lakukan di rumah ini, bersama Pak Indra.
Pernah suatu hari, saya bertanya dengan ayah saya mengenai keris itu. Dia hanya mengatakan, bahwa dia tidak menginginkan keris itu. Dia tidak banyak bercerita tentang keris itu karena dia mengaku tidak mau lagi membahas keris itu dan dia juga bilang bahwa keris itu sudah dia buang. Tapi dia tidak memberitahu dibuang kemana atau dibuang ke siapa. Dia benar-benar sudah tidak ingin berurusan dengan hal-hal semacam itu. Saya mengerti keadaannya. Dia juga pernah bilang, bahwa beliau sangat bangga dengan istrinya. Ya, ibu saya. Kenapa? Karena ayah saya mengaku, ibu saya telah banyak memberi energi positif ke dalam kehidupannya. Dulu sekali, ayah saya mengakui bahwa dia bukanlah orang yang taat agama dan taat beribadah. Tapi, semenjak mereka menikah, ayah saya menjadi pribadi yang berbeda. Dia menjadi seseorang yang lebih baik. Dia lebih mendalami ilmu-ilmu agama lebih baik dari sebelumnya.
Mungkin, karena alasan itu, dia tidak ingin mengungkit-ungkit masa lalunya. Saya mungkin tidak mengetahui bagaimana masa lalunya. Kita tidak bisa menilai seseorang dari masa lalunya.
Akhirnya saya memutuskan untuk tidak membahas mengenai keris itu pada Ayah. Saya menghargai apa yang dilakukannya. Dia telah menjadi pribadi yang lebih baik dan saya bisa merasakannya. Meskipun, di sisi lain, masih banyak kerabatnya atau teman lamanya, yang masih menilainya seakan dia masih seperti dulu, tapi beliau tetap tegar dan menahan emosinya untuk tidak memperdulikan orang-orang yang selalu mengungkit masa lalunya. Saya menyaksikan itu. Saya menyaksikan bagaimana ayah saya berubah menjadi orang yang lebih baik, hari demi hari, terutama belakangan ini.
Saya ingat, saat itu hari Sabtu, sore itu, saya baru menghadiri undangan perkimpoian anak dari teman ibu saya. Ya, saat itu saya dan ibu sempat sedikit kesal dengan ayah saya yang selalu enggan menghadiri undangan. Bukan hanya itu, hampir di setiap kesempatan, dia jarang sekali ingin ikut kami. Kami hanya pergi berdua, saya dan ibu saja, tapi ayah saya tidak ikut, dengan berjuta alasan dan abang saya tentu saja tidak ada karena dia tidak lagi tinggal bersama kami. Setiap kali kami menegurnya, ia hanya diam. Sore itu, saya melihat wajah ayah saya. Kami baru saja menegurnya karena sudah berkali-kali ia tidak ikut undangan dan teman-teman ibu saya selalu bertanya kenapa dia tidak ikut, dan kami capek, terus-terusan ditanya orang kenapa. Saya melihat wajahnya, ada ekspresi kasihan. Entah kenapa, saya merasa menyesal telah menegurnya, meskipun bukan dengan cara yang kasar. Entah kenapa, saya merasa sedih.
Malamnya, saya terus kepikiran. Saya menyesal sekali telah melakukan itu. Saya tertidur, dan kembali bertemu dengan sosok itu.
Sosok itu terlihat semakin jelas. Saya bisa melihat bentuk tubuhnya. Sebelumnya saya hanya melihatnya dalam bentuk sosok bayangan putih. Tapi kali ini, saya bisa melihat postur tubuhnya, bahkan bentuk telinganya yang panjang keatas.
Sosok itu berbicara kepada saya. Dia kembali mengatakan hal yang sama, dengan bahasa yang sama. Tapi, kali itu dia menyelesaikan kalimatnya tanpa saya tanya. Dia mengatakan bahwa dia akan melindungi saya dan waktunya semakin dekat. Dia juga berkata bahwa ia sudah tidak tahan lagi dengan tempatnya sekarang. Benar saja, ternyata saya bisa mengontrol tindakan saya dalam mimpi itu. Saya hanya mendengarnya berbicara, namun tidak merespon dalam bentuk apapun. Saya hanya diam, di dalam mimpi itu. Sosok itu seakan tidak suka dengan tindakan saya. Sosok itu, menggenggam lengan saya dengan begitu kerasnya dan saya merasa kesakitan.
Persis seperti sebelumnya, saya terbangun dalam kondisi tertindih. Mencoba berteriak dan meronta-ronta tapi tidak ada suara yang keluar. Saya memegang lengan saya yang sakit. Rasa sakit itu benar-benar berbekas, bahkan saat saya sudah terjaga dari tidur saya. Rasanya melelahkan sekali, sampai akhirnya saya kembali tertidur.
Pagi harinya, saya melihat lengan saya. Ya ampun. Ada bekas yang aneh di lengan saya. Aneh tapi nyata, ini benar-benar terjadi. Ada goresan-goresan di lengan saya, beserta bekas lebam di sekelilingnya. Lengan saya seperti digores-gores dengan kuku. Goresan itu membentuk suatu tulisan dalam huruf yang tidak bisa saya mengerti. Saya langsung bertindak cepat. Saya buru-buru mengambil telepon genggam saya untuk memfoto, tapi, mengesalkan sekali, saya lupa mengecas telepon genggam saya dan baterainya sudah habis. Tanpa berlama-lama, sebelum bekas itu hilang, saya menuliskan tulisan itu di kertas, semirip mungkin, semampu yang saya bisa.
Hari itu, saya pergi ke kampus, tapi bukan untuk kuliah. Saya mencoba mendatangi pusat bahasa di kampus saya untuk mencari tahu itu tulisan apa. Saya bertemu dengan salah seorang disana. Mereka tidak dapat menjawab itu tulisan apa, namun mereka memberi tahu saya bahasa-bahasa yang memiliki aksara sendiri. Ada cukup banyak; bahasa arab, bahasa mandarin, bahasa thailand, bahasa-bahasa tradisional dan lain-lain.
Saya pergi ke kelas saya di kampus untuk mencari informasi di internet menggunakan laptop saya sendiri. Saat itu masih siang, tapi kelas sudah pada kosong. Bagus sekali. Karena, jika kampus sudah sepi, biasanya koneksi internet lebih lancar. Saya mencari informasi mengenai aksara-aksara penulisan itu, satu persatu. Berjam-jam lamanya, hingga saya mendapat satu petunjuk. Aksara yang saya lihat, tidak mirip dengan aksara tulisan jawa, hindi, apalagi arab maupun mandarin. Aksara itu, huruf-huruf itu, mengerucut ke dua bahasa. Yaitu bahasa ibrani atau bahasa yiddish.
Sebenarnya, saat itu saya masih ingin melanjutkan pencarian lebih dalam, tapi entah kenapa saya enggan. Saya merasa tidak siap untuk mengetahui arti dari tulisan itu. Akhirnya saya menelepon pak Indra, lagi dan lagi.
Saya menceritakan apa yang terjadi. Beliau langsung menyarankan saya untuk berhenti. Beliau mengatakan, mungkin karena saya tidak merespon perkataannya di dalam mimpi, jin itu berusaha menggunakan cara lain agar saya semakin terjerumus. Beliau kembali meyakinkan saya bahwa mungkin itu adalah cara jin itu agar saya semakin tertarik dengannya. Beliau juga memerintahkan saya untuk membuang tulisan saya itu dan membuang jauh-jauh pikiran saya untuk mengetahui artinya. Mungkin itu adalah cara jin itu untuk melaksanakan niat jahatnya.
Saya mengiyakan dan kalimat itu tetap menjadi misteri, bahkan hingga saat ini, detik ini. Saya benar-benar tidak ingin mengetahui arti dari tulisan itu lagi.
Suasana kampus sangat sepi. Hujan mulai turun. Kampus kami, memang tidak pernah dikunci selama 24-jam, kecuali ruangan-ruangan arsip, ruangan dosen, dan ruangan penting lainnya. Karena, di jurusan kami, kelas-kelas sering digunakan mahasiswa untuk tempat mengerjakan tugas sambil bergadang. Karena sepi, saya memutar lagu-lagu klasik kesukaan saya untuk menemani kesunyian itu. Ya, kesukaan saya terhadap musik klasik merupakan salah satu alasan kenapa banyak yang menganggap saya aneh, karena sedikit sekali di kalangan teman-teman saya yang menyukai musik klasik. Saya ingat sekali, saat itu saya memilih lagu secara acak dan saya memulainya dengan mendengar lagu “Ave Maria” versi Franz Schubert. Alunannya sungguh menenangkan.
Karena saya tidak jadi mencari-cari tahu arti dari tulisan itu, saya justru mencari informasi yang lain. Informasi lain yang ternyata cukup untuk membuat saya kembali tidak tenang.
Ya, saya mencari informasi mengenai ciri orang yang disukai oleh jin. Ya ampun, hampir semuanya terjadi dengan saya. Saya selalu merasa ada sesuatu yang menemani saya saat tidur. Saya sering berjalan-jalan kaki keluar rumah, sendiri, di malam hari. Saya selalu kesulitan tidur, dan banyak ciri lainnya. Saya menyesal sekali telah mengetahui hal-hal itu.
Batin saya sangat tertekan. Saya ingin bercerita kepada teman-teman terdekat saya tapi saya tidak ingin ditertawakan, atau, menambah beban pikiran mereka. Saya juga tidak ingin dianggap aneh lagi seperti dulu. Saya memandangi jendela, menatap hujan. Saya melihat ke bawah, ada selasar yang berliku di bawah sana, menghubungkan bangunan disana dengan bangunan tempat saya berada saat itu. Ada dua orang sedang berjalan, laki-laki dan perempuan, lebih tepatnya anak perempuan. Mereka mengarah ke bangunan kelas saya. Mata saya mengikuti gerakan mereka. Saya belum bisa melihat dengan jelas bagaimana wajahnya, sampai mereka berbelok di selasar itu, dan menghadap ke arah saya. Saat itu pula, mereka menghentikan langkah mereka. Anak perempuan itu memegang tangan laki-laki itu. Anak perempuan itu, dengan cepat menolehkan wajahnya. Dia melihat ke arah saya. Dia terlihat seperti sedang menangis, sedangkan laki-laki di sebelahnya hanya menunduk dan saya tidak bisa melihat wajahnya. Dia memandang wajah saya. Saya merasa gugup ketakutan. Ya, anak itu. Anak perempuan yang pernah saya lihat di danau dan rumah saya. Saya tersadar. Laki-laki yang di sebelahnya, ia menggunakan pakaian yang sama persis dengan yang saya kenakan saat itu. Sama persis.
Saya langsung mengalihkan pandangan saya seraya menyebut nama Tuhan, memohon perlindungan.
Saat itu pula, ada suara isak tangis dari belakang saya, suaranya jauh. Suara itu seakan berasal dari luar ruangan kelas.
Saya langsung membalikkan badan ke belakang dan pintu kelas terbanting dengan hebatnya. Suaranya begitu kencang dan saya langsung ketakutan detik itu juga. Untunglah kelas kami terdapat dua pintu dan saya langsung berkemas dan pergi dari kelas itu melewati pintu yang lain. Saya berlari menuju mobil tanpa menghiraukan sekeliling. Tapi, ada yang menghentikan langkah saya.
(To be continued…)
No comments: